Kalau Bersih Mengapa Risih, Kasus Intimidasi Terhadap Jurnalis Merupakan Ancaman Bagi Demokrasi

Penulis: Pinnur Selalau (Pemred RadarCyberNusantara.Id) 

Opini - Intimidasi terhadap jurnalis adalah pelanggaran serius terhadap kebebasan pers dan kebebasan berpendapat. Intimidasi dapat berupa ancaman fisik, kekerasan, atau tekanan psikologis yang bertujuan untuk membuat jurnalis takut untuk menjalankan tugasnya. Intimidasi ini dapat terjadi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, perusahaan, atau individu. 

Hal itu seperti yang diduga terjadi di Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung baru-baru ini, dimana tiga orang yang sedang menjalankan tugas dan fungsinya sebagai seorang jurnalis atau wartawan, di intimidasi oleh oknum yang mengaku sebagai pengacara dan ketua sebuah organisasi pemuda Lampung Barat. 

Sebagai Putra Asli Lampung Barat, saya sangat menyayangkan kejadian tersebut, sebab Intimidasi terhadap jurnalis adalah ancaman serius bagi kebebasan pers dan demokrasi. Perlawanan terhadap intimidasi ini harus dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk negara, media, masyarakat sipil, dan aparat penegak hukum. Pembiaran terhadap intimidasi akan menciptakan preseden buruk yang mengancam kebebasan sipil kita bersama. 

Kejadian tersebut menambah panjang daftar intimidasi dan kekerasan terhadap insan pers, dan itu menunjukkan bahwa kebebasan pers itu belum sepenuhnya berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini terutama di Provinsi Lampung. 

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers merupakan landasan hukum yang sangat penting dalam menjamin kebebasan pers di Indonesia. Undang-undang ini menjadi pilar utama dalam menjaga hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan akurat.

Sebagai seorang insan pers dan juga Pemimpin Redaksi salah satu media online, saya melihat bahwa peristiwa ini tidak hanya mencerminkan tindakan yang tidak terpuji, tetapi juga sebuah upaya sistematis untuk membungkam kebebasan berekspresi dan independensi jurnalisme, dua pilar fundamental dalam negara hukum yang demokratis.

Kita harus menyadari bahwa kebebasan pers bukan hanya sebatas hak bagi para jurnalis dan media, tetapi juga bagian dari hak asasi manusia yang lebih luas, yaitu hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar, akurat, dan tidak terdistorsi oleh ancaman atau tekanan dari pihak mana pun.

Ketika kebebasan pers ditekan, masyarakat akan kehilangan hak mereka untuk mengetahui kebenaran, dan pada akhirnya, ini akan mengikis demokrasi yang sehat.

Kasus seperti ini bukan yang pertama terjadi di Indonesia. Sebelumnya, banyak jurnalis mengalami ancaman dan intimidasi serupa, baik dalam bentuk teror fisik, serangan digital, hingga kekerasan langsung di lapangan saat menjalankan tugas sebagai seorang jurnalis/wartawan.

Namun, yang membedakan insiden kali ini adalah bentuk intimidasi yang sangat simbolis dan mempunyai niat dan tujuan tertentu yang tidak bisa diabaikan. Pemaksaan untuk membuat permintaan maaf yang direkam melalui video lantas video tersebut disebar luaskan, jelas memiliki niat dan tujuan tertentu yang bisa diartikan sebagai intimidasi agar marwah dan reputasi jurnalis buruk dimata masyarakat. 

Kebebasan Pers dan Ancaman Demokrasi

Pasal 28F UUD 1945 menjamin hak setiap orang untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi. Selain itu, UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara tegas melindungi kebebasan pers dari segala bentuk ancaman, kekerasan, dan intimidasi.

Dengan adanya jaminan konstitusional tersebut, seharusnya tidak boleh ada tindakan sewenang-wenang yang bertujuan untuk membatasi atau mengekang kebebasan jurnalis dalam menjalankan tugas mereka.

Intimidasi terhadap 3 orang jurnalis ini jelas merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ini dan dapat dikategorikan sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia. 

Bahkan, dalam berbagai konvensi internasional, kebebasan pers diakui sebagai salah satu indikator utama dari negara yang demokratis dan beradab. Oleh karena itu, setiap ancaman terhadap kebebasan pers adalah ancaman langsung terhadap sistem demokrasi itu sendiri.

Ini menjadi alarm bagi masyarakat dan insan pers, bahwa kebebasan pers yang telah diperjuangkan dengan susah payah bisa saja dibiarkan tergerus tanpa adanya perlindungan yang memadai dari Negara. 

Peran Negara dalam Melindungi Jurnalis

Dalam prinsip rule of law, negara memiliki kewajiban untuk menjamin keamanan dan kebebasan jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Jurnalis adalah bagian dari pilar keempat demokrasi yang memiliki peran penting dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas kekuasaan. Jika negara membiarkan praktik intimidasi seperti ini terus berlanjut, maka kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah dalam melindungi kebebasan berekspresi akan semakin menurun. 

Selain itu, ancaman/Intimidasi yang dibiarkan dapat menciptakan efek gentar (chilling effect), di mana jurnalis menjadi takut untuk menyampaikan kebenaran karena khawatir terhadap keselamatan mereka. Efek seperti ini sangat berbahaya, karena akan mengurangi kualitas informasi yang sampai ke masyarakat. 

Kalau Bersih Mengapa Risih, insan pers merupakan penyambung lidah pemerintah dan masyarakat, sekaligus sebagai sosial kontrol atas segala kebijakan dan program pemerintah yang menggunakan uang rakyat yang seharusnya didukung dan dilindungi oleh Negara. 

Jika jurnalis merasa tidak aman dalam menjalankan tugasnya, maka banyak kasus yang sebenarnya penting untuk diungkap akan terabaikan, dan pada akhirnya, kebenaran bisa dikaburkan oleh narasi yang dibuat oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu.

Karena itu, saya mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengusut dan memproses secara hukum pelaku aksi intimidasi ini. Tidak boleh ada impunitas bagi mereka yang mencoba membungkam kebebasan pers dengan cara-cara premanisme. 

Selain itu, pemerintah harus menunjukkan komitmen nyata dalam menjamin perlindungan terhadap jurnalis, bukan justru meremehkan insiden yang mengancam demokrasi ini.

Lebih dari itu, negara harus memastikan bahwa kasus ini tidak hanya berhenti pada pengusutan pelaku, tetapi juga menjadi momentum untuk memperkuat perlindungan hukum bagi jurnalis di Indonesia.

Salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan memperketat regulasi mengenai perlindungan pers dan menegakkan sanksi yang tegas bagi siapa saja yang melakukan tindakan intimidasi terhadap jurnalis.

Penutup

Sebagai sesama insan pers, saya menilai bahwa intimidasi terhadap 3 orang jurnalis ini bukan hanya sekadar ancaman terhadap jurnalis, tetapi merupakan ancaman bagi demokrasi itu sendiri. Kebebasan pers adalah elemen vital dalam sistem ketatanegaraan yang sehat, dan negara tidak boleh abai terhadap segala bentuk intimidasi yang mengancamnya.

Jika dibiarkan, kasus ini dapat menjadi preseden berbahaya bagi masa depan jurnalisme di Indonesia khususnya di Lampung Barat. Bayangkan jika setiap media atau jurnalis yang menjalankan tugas  harus menghadapi intimidasi seperti ini.

Apakah kita masih bisa berharap mendapatkan informasi yang transparan dan jujur? Apakah kita ingin hidup dalam ketakutan, di mana hanya narasi yang disetujui oleh pihak tertentu yang bisa didengar oleh masyarakat?

Kebebasan pers bukan untuk dinegosiasikan, ia harus dijaga, dilindungi, dan ditegakkan. Jika kita membiarkan intimidasi seperti ini terjadi tanpa konsekuensi hukum yang jelas, maka kita sedang membuka pintu bagi kegelapan di mana kebebasan berbicara dan menyampaikan kebenaran bisa dengan mudah dibungkam oleh mereka yang memiliki kepentingan tertentu. 

Oleh karena itu, saya menegaskan bahwa kita semua, sebagai bagian dari masyarakat yang peduli terhadap demokrasi, harus bersatu dalam menolak segala bentuk intimidasi terhadap jurnalis dan memastikan bahwa kebebasan pers tetap menjadi prinsip yang tidak tergoyahkan dalam negara hukum yang kita junjung tinggi.(**)

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama