(KD), Bandar Lampung -- Dugaan pemalsuan identitas yang dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Bandar Lampung Eka Afriana terus mendapat sorotan publik. Bahkan tindakan dugaan tersebut telah diakui oleh Eka Afriana secara langsung.
Eka beralasan, pergantian tanggal lahir pada kartu identitasnya dilakukan oleh orang tuanya. Hal tersebut dilakukan karena saudari kembar Wali Kota Bandar Lampung itu kerap mengalami sakit dan kesurupan.
Menanggapi hal itu, praktisi hukum, Sarhani mengungkapkan, alasan tersebut tidak rasional dan tidak bisa dimasukan dalam pertimbangan hukum. Pelaku pemalsuan dokumen untuk kepentingan pribadi terlebih merugikan negara tetap harus dikenai pidana.
"Hukum tidak mempertimbangkan alasan mistis dalam kasus pemalsuan data. Yang jadi soal adalah: apakah data palsu itu dipakai untuk memperoleh posisi ASN? Jika iya, maka unsur pidananya terpenuhi," tegas Sarhan.
Ketua LBH Ansor Lampung itu menjelaskan, pemalsuan data dalam bentuk apa pun yang digunakan dalam administrasi negara merupakan tindak pidana dengan ancaman hukuman hingga delapan tahun penjara. Hal tersebut telah tercantum jelas dalam Pasal 263 dan 264 KUHP tentang pemalsuan surat dan dokumen otentik.
"Praktik manipulasi data diri untuk menyesuaikan batas usia dalam rekrutmen ASN juga bisa dijerat Pasal 266 KUHP serta Pasal 93 dan 94 dalam UU Administrasi Kependudukan Nomor 24 Tahun 2013," tambah Sarhani.
Menurutnya, persoalan itu tersebut mesti menjadi evaluasi bagi penyelenggara negara terlebih pemalsuan dokumen itu sengaja dilakukan untuk meloloskan pribadi pelaku menjadi aparatur sipil negara (ASN). Bila perlu KemenPANRB dan Kemendagri juga melakukan investigasi yang serius terkait dugaan Pemalsuan identitas tersebut yang dilakukan Kadisdik Kota bandar lampung.
"Ini mesti disikapi karena akan mempengaruhi tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah, terlebih yang bersangkutan pemegang jabatan publik," pungkasnya.(**)