(KD), Jakarta – Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menyesalkan belum adanya kejelasan hukum atas gedung Kantor PKBI di Jalan Hang Jebat III, Kebayoran Baru, yang pendudukan gedung bersejarah yang berdiri sejak 1970 oleh PKBI di ambil alih secara paksa dan sepihak sejak 10 Juli 2024 oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Pada 19 April 2000, Sekretariat Pengendalian Pemerintahan melalui surat B.52/SESPP/04/2000 bahkan menyampaikan bahwa Presiden RI saat itu menyetujui permohonan PKBI untuk memperoleh sertifikat tanah, dan meminta instansi terkait membantu penyelesaiannya sesuai peraturan perundang-undangan.
“Departemen Kesehatan RI mengklaim bahwa tanah yang dikuasai PKBI merupakan aset negara yang tercatat dalam daftar inventarisasi Departemen Keuangan,” demikian bunyi surat Departemen Kesehatan (Dirjen Nakes) tertanggal 4 Februari 1997 Nomor PL.01.SJ.V.1403.
PKBI menyebut pengambilalihan dilakukan tanpa serah terima resmi, tanpa dasar hukum yang jelas, dan mengabaikan jasa Dr. Soeharto, pendiri PKBI sekaligus tokoh kesehatan nasional.
Kemenkes melalui Sekretaris Jenderal kembali bersurat pada 5 Mei 1998 meminta Gubernur DKI Jakarta meninjau ulang atau membatalkan SK Gubernur DKI Jakarta No. Ad.7/2/34/70, yang menjadi dasar legalitas PKBI menempati lahan tersebut.
“Satu tahun kami menunggu penjelasan. Kami tidak menginginkan konflik, kami hanya meminta keadilan dan penghormatan atas pengabdian yang kami lakukan selama ini untuk negara,” ujar Direktur Eksekutif PKBI Leny Jakaria.
Desakan dari PKBI Daerah dan Cabang juga menyuara atas keadaan yang di alami oleh PKBI Nasional, kerja-kerja PKBI selama ini baik di tingkat nasional, daerah dan cabang tidak mendapatkan penghargaan oleh Kementerian Kesehatan.
"Kami dari PKBI Daerah juga meminta untuk secepatnya melalui dirjen nakes untuk menyelesaikan permasalahan ini, dengan apa yang dialami oleh PKBI Nasional saat ini merupakan suatu masalah bersama yang kami rasakan baik di tingkat Daerah maupun cabang.
PKBI selama ini memegang peranan penting dalam menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi mengisi ruang-ruang kosong pembangunan yang ditinggalkan atau belum diurus secara optimal oleh negara, sebagai bentuk social movement, utamanya dalam isu-isu kependudukan, perempuan, kesehatan reproduksi dan remaja namun apa yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (KEMENKES) kepada PKBI sungguh membuat kami kecewa" Ujar Muhamad Fajar Santoso Direktur Eksekutif Daeraha PKBI Lampung, setelah mengikuti Konfersi Pers Nasional Via zoom.
PKBI pun mengajukan lima tuntutan kepada Kemenkes, mulai dari kompensasi atas penggunaan gedung, pengakuan hak pakai, hingga pembebasan biaya sewa gedung mengingat kontribusi historis PKBI. Hingga kini, baik PKBI maupun Kemenkes belum menemukan solusi final.
PKBI berharap pemerintah menuntaskan konflik ini agar lembaga bisa fokus menjalankan mandatnya tanpa dibayang-bayangi masalah aset yang sudah berlarut lebih dari setengah abad.(Red)