(KD) Bandar Lampung - Sudah hampir dua pekan sekelompok warga Kota Bandar Lampung menggelar aksi damai sebagai bentuk kepedulian terhadap korban banjir yang terus berjatuhan. Aksi ini lahir dari keprihatinan mereka atas kondisi kota yang kian rentan banjir, nyaris melanda seluruh kecamatan, serta mengancam keselamatan jiwa dan harta warga.
“Kami bukan bagian dari kelompok politik atau organisasi besar. Kami hanya masyarakat biasa yang tidak tega melihat korban banjir terus berjatuhan,” ujar salah satu peserta aksi.
Mereka menyuarakan keresahan masyarakat yang selama ini bungkam. Di beberapa wilayah, banjir bahkan merenggut nyawa, sementara banyak warga lainnya kehilangan tempat tinggal, kendaraan, hingga sumber penghidupan. Ketakutan pun menyelimuti setiap kali hujan turun.
Namun, perjuangan mereka justru dibalas dengan kehadiran massa tandingan. Alih-alih menemui langsung para peserta aksi, Wali Kota Bandar Lampung dinilai membiarkan munculnya kelompok lain yang membenturkan aspirasi warga. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar di tengah publik.
“Janji kampanye Wali Kota dulu sangat jelas, mulai dari normalisasi sungai, pembelokan aliran air, hingga penanganan banjir secara menyeluruh. Tapi, hingga hari ini, semua masih jauh dari harapan,” tegas seorang aktivis perempuan yang turut dalam aksi.
Menurut mereka, aspirasi yang disampaikan seharusnya menjadi bahan evaluasi, bukan dianggap sebagai suara sumbang. Kelompok ini menegaskan bahwa aksi yang mereka lakukan semata-mata untuk mendorong pemerintah agar serius menata ulang sistem drainase dan tata kota.
“Tujuan kami hanya satu: agar pemerintah mendengar dan bergerak cepat, sebelum lebih banyak korban jiwa dan kerugian material berjatuhan,” tambahnya.
Fenomena ini menimbulkan sorotan tajam dari berbagai kalangan, terutama menyangkut transparansi dan kepedulian pemerintah terhadap warga terdampak banjir. Harapan publik kini tertuju pada langkah nyata, bukan retorika.